Idolaku - ShareIslam
News Update
Loading...

Thursday 13 July 2017

Idolaku


Idolaku | www.shareislam.id
Butuh waktu hampir seumur hidupku untuk menyadari satu hal : bahwa tidak ada yang lebih layak menjadi idola nomor wahidku selain baginda Rasulullah Saw.

Aku sedikit menyesalinya. Pasalnya, ketika belum mengenal beliau, aku kerap merasa kekurangan.

Aku melihat sekelilingku dan meratap pilu.

Mengapa orang lain selalu memiliki apa yang tidak kumiliki?

Mengapa orang lain selalu selangkah lebih maju dari diriku?

Mengapa orang lain terlihat lebih independen dariku?

Melihat mereka, tak ayal, rasa iri dan kedengkian merundung diriku. Aku merasa tertinggal dan langkahku berat. Aku tak pernah merasa tenang.

Aku membenci diriku dan sering berandai bisa dilahirkan sebagai manusia yang berbeda. Manusia yang lebih mapan, lebih tampan, lebih pintar, lebih disukai, dan kelebihan lain yang bisa membuatku terlihat lebih mulia. Walau aku sadar, semua itu hanyalah angan kosong, yang hanya membuatku semakin bersedih.

Namun kemudian, aku mulai meniti rekam jejak sang baginda. Ku baca untaian kata-kata dari para cendekia yang menuturkan kisahnya.

Seketika, aku tertegun. Aku menunduk. Merasa berdosa.

Di dunia ini, mungkin tidak ada satu orang pun yang pernah kehilangan sebanyak baginda Rasulullah SAW.

Beliau telah kehilangan SEMUANYA.

Coba kamu sebutkan. Tenaga, waktu, ketenaran di mata kaum Quraisy, harta, rasa aman, dan nyaris pula jiwanya. Berkali-kali. Semua telah dikorbankannya demi memperjuangkan satu hal : tauhid.

Tauhid bukanlah kekayaan, kerupawanan, ketenaran, kepintaran, atau apa pun yang bisa membuat seseorang manusia tampak mulia di mata manusia lainnya. Ia hanyalah suatu keyakinan yang tidak kasat mata, tetapi melekat kuat di relung hati Baginda. Namun, hanya dengan itu, sang baginda rela mengorbankan segalanya.

Kota Tha’if menjadi saksi bisu pengorbanan baginda. Saat itu, beliau hanya berdua dengan salah satu sahabatnya, Zaid bin Haritsah. Beliau lalu menuturkan ide ketauhidan kepada penduduk Tha’if, yang ternyata dibalas dengan cemooh kasar dan lemparan-lemparan batu.

Baginda pun melarikan diri dari Tha’if dengan keadaan minimum. Beliau sangat lelah, berduka, dan sekujur tubuh penuh luka. Aku geram. Itukah yang didapatnya setelah sekian lama memperjuangkan tauhid? Sangat tidak adil, batinku.

Nampaknya, malaikat Jibril pun beropini demikian. Pasalnya, setelah itu sang malaikat turun mendatangi baginda. Dia memberi kabar dari Allah SWT. Kabar yang berisi izin kepada baginda untik menimpakan dua gunung terbesar di Mekkah kepada penduduk tha’if yang telah menorehkan luka di hati dan tubuhnya. Supaya mereka mati dan tahu rasa. Aku pun mengangguk setuju.

Namun, apa jawaban beliau?

“Jangan. Siapa tahu Allah akan mengeluarkan seseorang yang berucap kalimat ‘tiada tuhan selain Allah’dari rahim mereka.” (The Great Story of Muhammad, hal 178)

Aku merinding. Beliau telah kehilangan banyak hal, tetapi ia tidak kehilangan nuraninya..

Jadi, bagaimana mungkin aku masih merasa kekurangan? Sementara pernah ada seseorang yang telah kehilangan segalanya. Namun ia tak pernah merasa kekurangan. Tauhid selalu mencukupinya dan prasangka baik selalu menenangkannya. Dan ia adalah manusia termulia yang pernah ada.

Tak ayal, baginda Rasulullah SAW langsung menjadi idolaku. Dan selayaknya jadi idola siapapun. Demi ketenangan hatimu.

- Khalid -

Share with your friends

Give us your opinion

Thursday 13 July 2017

Idolaku


Idolaku | www.shareislam.id
Butuh waktu hampir seumur hidupku untuk menyadari satu hal : bahwa tidak ada yang lebih layak menjadi idola nomor wahidku selain baginda Rasulullah Saw.

Aku sedikit menyesalinya. Pasalnya, ketika belum mengenal beliau, aku kerap merasa kekurangan.

Aku melihat sekelilingku dan meratap pilu.

Mengapa orang lain selalu memiliki apa yang tidak kumiliki?

Mengapa orang lain selalu selangkah lebih maju dari diriku?

Mengapa orang lain terlihat lebih independen dariku?

Melihat mereka, tak ayal, rasa iri dan kedengkian merundung diriku. Aku merasa tertinggal dan langkahku berat. Aku tak pernah merasa tenang.

Aku membenci diriku dan sering berandai bisa dilahirkan sebagai manusia yang berbeda. Manusia yang lebih mapan, lebih tampan, lebih pintar, lebih disukai, dan kelebihan lain yang bisa membuatku terlihat lebih mulia. Walau aku sadar, semua itu hanyalah angan kosong, yang hanya membuatku semakin bersedih.

Namun kemudian, aku mulai meniti rekam jejak sang baginda. Ku baca untaian kata-kata dari para cendekia yang menuturkan kisahnya.

Seketika, aku tertegun. Aku menunduk. Merasa berdosa.

Di dunia ini, mungkin tidak ada satu orang pun yang pernah kehilangan sebanyak baginda Rasulullah SAW.

Beliau telah kehilangan SEMUANYA.

Coba kamu sebutkan. Tenaga, waktu, ketenaran di mata kaum Quraisy, harta, rasa aman, dan nyaris pula jiwanya. Berkali-kali. Semua telah dikorbankannya demi memperjuangkan satu hal : tauhid.

Tauhid bukanlah kekayaan, kerupawanan, ketenaran, kepintaran, atau apa pun yang bisa membuat seseorang manusia tampak mulia di mata manusia lainnya. Ia hanyalah suatu keyakinan yang tidak kasat mata, tetapi melekat kuat di relung hati Baginda. Namun, hanya dengan itu, sang baginda rela mengorbankan segalanya.

Kota Tha’if menjadi saksi bisu pengorbanan baginda. Saat itu, beliau hanya berdua dengan salah satu sahabatnya, Zaid bin Haritsah. Beliau lalu menuturkan ide ketauhidan kepada penduduk Tha’if, yang ternyata dibalas dengan cemooh kasar dan lemparan-lemparan batu.

Baginda pun melarikan diri dari Tha’if dengan keadaan minimum. Beliau sangat lelah, berduka, dan sekujur tubuh penuh luka. Aku geram. Itukah yang didapatnya setelah sekian lama memperjuangkan tauhid? Sangat tidak adil, batinku.

Nampaknya, malaikat Jibril pun beropini demikian. Pasalnya, setelah itu sang malaikat turun mendatangi baginda. Dia memberi kabar dari Allah SWT. Kabar yang berisi izin kepada baginda untik menimpakan dua gunung terbesar di Mekkah kepada penduduk tha’if yang telah menorehkan luka di hati dan tubuhnya. Supaya mereka mati dan tahu rasa. Aku pun mengangguk setuju.

Namun, apa jawaban beliau?

“Jangan. Siapa tahu Allah akan mengeluarkan seseorang yang berucap kalimat ‘tiada tuhan selain Allah’dari rahim mereka.” (The Great Story of Muhammad, hal 178)

Aku merinding. Beliau telah kehilangan banyak hal, tetapi ia tidak kehilangan nuraninya..

Jadi, bagaimana mungkin aku masih merasa kekurangan? Sementara pernah ada seseorang yang telah kehilangan segalanya. Namun ia tak pernah merasa kekurangan. Tauhid selalu mencukupinya dan prasangka baik selalu menenangkannya. Dan ia adalah manusia termulia yang pernah ada.

Tak ayal, baginda Rasulullah SAW langsung menjadi idolaku. Dan selayaknya jadi idola siapapun. Demi ketenangan hatimu.

- Khalid -

SHARE THIS

Author:

Etiam at libero iaculis, mollis justo non, blandit augue. Vestibulum sit amet sodales est, a lacinia ex. Suspendisse vel enim sagittis, volutpat sem eget, condimentum sem.

0 comments:

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done